“Sebaik-baik
perhiasan adalah wanita sholihah.” Ungkapan tersebut tidaklah asing di telinga
masyarakat. Menjadi wanita yang demikian adalah hasrat seluruh wanita. Wanita
sholihah yang dimaksud disini, bukanlah wanita yang ‘alim, berjilbab besar,
atau apalah itu. Ya. Wanita pemberi penerangan. Cahaya terang, tetapi tidak
menyilaukan mata yang akan membawa seluruh kaumnya ke kehidupan yang lebih
maju. Dahulu, wanita dijadikan perbudakan yang mengerikkan. Berkat kegigihan
seorang wanita pulalah wanita-wanita pada saat ini menjadi bebas dan dapat
merasakan nikmatnya mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Sekarang dapat
dilihat wanita di era modern seperti ini, malah menyalahgunakan perjuangan
tersebut. Dengan menyalahgunakan pendidikan sebagai ajang untuk eksistensi diri
atau bahkan mecari jodoh. Moral wanita kian hari kian meniru bangsa barat. Misalnya
saja mereka yang berbaju tertutup, bukannya karena menutup auratnya malah
mengikuti trend dengan menampakkan lekukan tubuhnya nan indah bak biola
Spanyol. Semua itu menjadi titik balik perubahan zaman. Wanita pemalu kian
jarang ditemui saat ini. Yang ada hanyalah secuil sisa peradaban zaman dahulu.
Miris. Bagaimana nanti dengan negeri ini? Bukankah wanita itu tiang Negara?
Menjadi wanita
era modern memang penuh hambatan. Begini diprotes, begitu di protes juga. Bilamana
diusut, wanita zaman sekarang cenderung menirukan kebudayaan Barat. Padahal
kiblat budaya Indonesia sendiri adalah budaya Timur. Yang mana 180 derajat
berbanding terbalik dengan budaya Timur. Orang yang ramah hanya bisa dijumpai
di desa-desa kecil nan terperosok pula. Jika Negeri ini tetap begini, lalu
mampukah Indonesia menjadi Negara yang maju? Bukannya tidak mungkin, tetapi itu
sulit terjadi karena orang-orang Indonesia sendiri kurang bereksplorasi
mengenai budayanya sendiri. Coba bayangkan, apabila seluruh wanita di Indonesia
mau memakai pakaian yang sopan (bukan berarti berkerudung), pasti
tindakan-tindakan kekerasan pada wanita khusunya akan segera lenyap. Ohh.
Sungguh indahnya negeri ini.
Sebagai wanita
yang hidup di masa kini, sepatutnya kita mengisi kebebasan ini dengan menjalani
pendidikan dengan sebaik-baiknya. Kebebasan berpendidikan ini adalah cita-cita
dari wanita yang luar biasa. R.A Kartini. Kita tidak perlu melakukan hal yang serupa
dengannya. Cukuplah mengisinya dengan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat. Baik
untuk diri sendiri juga untuk negeri. Misalnya dengan menunjukkan bahwa tugas
wanita, bukan hanya di rumah mengurus suami, anak, dan rumah. Ini mengingatkan
saya mengenai wanita karir. Apakah menjadi wanita karir itu salah? Saya rasa
itu tidak salah. Banyak diantara orang berpendapat bahwasanya wanita karir
adalah wanita yang tidak bertanggung jawab terhadap keluarganya. Wanita karir
lebih mengedepankan pemikiran bahwa dia harus bekerja di luar agar ia dapat
membantu pemasukan keluarga. Bukan hanya itu, bisa jadi wanita karir bekerja
untuk mengisi waktunya yang kosong agar lebih manfaat dengan menghasilkan
butir-butir uang. Ada juga wanita karir yang beranggapan bahwa ia harus
mempersiapkan diri untuk menghadapi masa sulitnya tanpa seorang laki-laki. Ia
harus mandiri, karena tidak selamanya laki-laki mampu mecukupi kebutuhan
keluarganya. Pemikiran tersebut ditentang sebagian besar orang. Mereka
beralasan bahwa wanita harus di rumah mengurus rumah dan anak-anaknya. Ya
itulah tugas wanita. mencari nafkah adalah tugas laki-laki.
Anak dari
wanita karir pasti terlantar, kurang kasih sayang, dan bermacam-macam pendapat
lainnya. Kekurangan kasih sayang memang benar, namun bukankah orang tua bekerja
keras untuk kebahagiaan anak-anaknya?
Agar mereka bisa mengenyam bangku sekolah sampai ke jenjang yang tinggi
melebihi orang tuanya. Karena setiap orang tua, pasti menginginkan yang terbaik
untuk anaknya. Dengan bekerja, ia akan mampu memberikan fasilitas yang terbaik
yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan kognitif, psikomotorik, serta
perilaku anaknya. Islam menegaskan bahwasanya segala sesuatu yang ingin
dilakukan wanita atau lebih detailnya istri, harus didasarkan pada persetujuan
dari suaminya. Jika suami iya maka tidak ada salahnya wanita bekerja. Asalkan
tugas utamanya sebagai istri dan ibu tetap menjadi prioritasnya.
#emansipasiwanita
“Jangan
menjadi wanita masa kini, tetapi jadiah Kartini masa kini.”
Selamat Hari
Kartini.
huhu
BalasHapus